Jumat, 27 Maret 2015

Sedikit Cerita Setelah Kembali Bermimpi

Sudah sebulan sejak kembalinya aku ke kota ini. Kota yang dulu sangat kutakuti, kota yang membayangkan untuk ditinggali saja aku ngeri. Jakarta, kota yang tak pernah masuk daftar kota tujuanku untuk belajar. Tapi pada akhirnya di sinilah aku, mengambil langkah unutk mewujudkan keinginan orang tuaku. Aku kuliah di STT PLN (Sekolah Tinggi Teknik PLN) jurusan Teknik Informatika. Aku menganggap keberadaanku di Jakarta ini hanya mimpi dan Pematangsiantar adalah kenyataanku. Karena aku lebih menginginkan kenyataan yang indah. Tapi mau dikatakan apalagi aku tetap harus menelan keberadaanku di sini sebagai kenyataan. Salah satu yang paling kusyukuri aku berada di sini, Alhamdulillah kewajibanku pada agamaku menjadi lebih baik, seperti selalu gak tenang kalau belum sholat. :D Jujur, yang paling kurindukan tentang berpindahnya aku ke kota ini adalah ayahku. Aku tak tau mengapa setiap mendengar atau membayangkan kata “Ayah” air mataku tak terbendung. Aku selalu menangis, ini yang paling menyakitkan. Aku tak berani berbicara dengan ayah di telepon, pasti aku tak bisa menahan tangis dan ayah selalu tau kalau aku menangis. Pernah ketika itu perasaanku sedang bahagia dan aku menelepon ayah. Kami tak pernah berbicara lama, tak pernah lebih dari satu menit ia berbicara deganku pasti ia langsung menawarkan untuk berbicara dengan mamak. Iya aku selalu mmendengar kesedihan yang disembunyikan setelah itu. Aku tak pernah punya masalah yang berarti selama di sini. Satu-satunya masalahku di sini adalah “tersiksa karena merindu” dih -_-. Setiap ada masalah aku selalu bercerita dan minta solusi pada ayah. Tapi, untuk masalah yang satu ini mana ungkin aku bercerita padanya. Tak akan sanggup aku mendengar tangisnya. Sebisa mungkin ketika menangis aku tak menelepon mereka. Aku lebih memilih menangis sendirian. Sejauh yang kuingat aku hanya pernah melihat ayah menangis ketika nenek meninggal, kak Ratih pindah ke Medan untuk kuliah, Sultan pindah ke Pesantren di Binjai dan tangis yang paling lama yang pernah kulihat adalah ketika beliau memelukku untuk pergi ke perantauan. Tak pernah kulihat ia menangis selama itu, tak pernah kulihat pria tangguh itu menangis sampai segitunya. Yang mengantarku ke bandara juga bukan ayah, ia bilang ia tak akan sanggup menyetir sambil menangis. Aku di antar Tulang(paman) ku. Hampir 19 tahun hidupku yang kutau ayah tak pernah terlihat lemah, tak pernah menunjukkan kekurangan, selalu terlihat paling kuat. Tapi untuk yang satu ini ia tak bisa berpura tegar. Akupun tak bisa kuat yah, yang paling menyiksaku di sini adalah merindukan ayah dan mamak. Aku merindukan segala sesuatu tentang kalian. Aku percaya pertemuan 2 kali dalam setahun kita adalah hadiah dari Allah agar aku selalu mensyukuri apa yang kumiliki dan apa yang tidak kumiliki. Aku memang selalu menunggu waktu untuk kembali ke rumah kita berkumpul tapi mak, yah percayalah sepanjang waktuku menunggu itu aku selalu memberikan yang terbaik. Janjiku satu, paling tidak pada waktunya nanti aku akan memberikan sesuatu buat kalian. No words can describe what u both mean to me. U are more than everything to me.